Pulau Morotai, QueenNews.Co.Id - Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Solidaritas Aksi Mahasiswa Untuk Rakyat Indonesia (Samurai Maluku Utara) Distrik Unipas menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Kabupaten Pulau Morotai, Senin (17/02/2025). Aksi ini menyoroti berbagai persoalan krusial yang belum terselesaikan, mulai dari krisis air bersih hingga maraknya kasus kekerasan seksual yang belum ditindaklanjuti secara hukum.
Aksi ini dikoordinir oleh Rian Tatapa. Mereka membawa spanduk bertuliskan "Pemda, DPRD, dan Polres gagal, Morotai marak kasus pemerkosaan," sebagai bentuk kritik terhadap kinerja pemerintah dan aparat penegak hukum.
Morotai dan Problematika yang Tak Kunjung Usai
Menurut massa aksi, Morotai yang resmi menjadi kabupaten mandiri sejak 2008 memiliki potensi besar di sektor pertanian, pariwisata, dan perikanan. Namun, faktanya kesejahteraan masyarakat masih jauh dari harapan, dengan berbagai permasalahan yang belum teratasi secara serius.
"Namun pada kenyataannya, kesejahteraan masih menjadi hal yang sulit diwujudkan. Banyak permasalahan yang membuat masyarakat terus berada dalam lingkaran penderitaan," kata Rian Tatapa.
Salah satu isu utama yang disorot adalah krisis air bersih di RSUD Ir. Soekarno, yang mengharuskan pasien membeli air galon untuk kebutuhan mereka selama dirawat. Padahal, Pemda telah menghibahkan dana yang cukup besar untuk rumah sakit ini, namun pelayanan publik masih jauh dari optimal. Rian mengingatkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 7 Tahun 2019, rumah sakit wajib menyediakan air bersih bagi pasien, termasuk air minum bagi ibu menyusui sebanyak 7,5 liter per tempat tidur per hari.
"Jika air bersih saja tidak tersedia, bagaimana kesehatan pasien bisa terjamin?" tegas Rian.
Selain itu, demonstran juga menyoroti kebutuhan nelayan di Desa Usbar Pantai dan Tiley Kusu yang hingga kini belum mendapatkan fasilitas tambatan perahu, meskipun sesuai dengan UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, pemerintah daerah berkewajiban memenuhi kebutuhan nelayan.
Pendidikan Terbengkalai, Kasus Kekerasan Seksual Tak Tertangani
Di sektor pendidikan, massa aksi menyoroti kondisi SMP di Desa Tutuhu yang masih menggunakan bangunan milik Bumdes karena belum mendapatkan perhatian dari pemerintah sejak didirikan pada 2021. Akibatnya, banyak anak-anak terpaksa putus sekolah.
"Padahal dalam Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2023 telah diatur dengan jelas bahwa sarana dan prasarana pendidikan harus dipenuhi oleh pemerintah," ujar Rian.
Isu lain yang menjadi sorotan utama adalah maraknya kasus pencabulan dan pemerkosaan di Morotai yang belum mendapatkan penanganan serius dari aparat penegak hukum. Beberapa korban telah melaporkan kejadian tersebut ke Polres Pulau Morotai, namun hingga lebih dari satu minggu, belum ada kejelasan, dan para pelaku masih bebas berkeliaran.
Tuntutan Demonstran
Dalam aksi ini, massa menyampaikan sejumlah tuntutan:
- Copot Direktur RSUD Ir. Soekarno dan Direktur PDAM.
- Selesaikan krisis air bersih di RSUD Ir. Soekarno, termasuk pengadaan sumur bor.
- Selesaikan masalah air bersih di Desa Pandanga dan Juanga.
- Copot Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP).
- Bangun tambatan perahu di Desa Tiley dan Usbar Pantai.
- Hadirkan transportasi siswa di Desa Pilowo.
- Segera bangun gedung SMP di Desa Tutuhu.
- Tangkap pelaku pencabulan dan pemerkosaan.
- DPRD segera sahkan Perda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
- Kapolda Maluku Utara segera mengevaluasi Kapolres Pulau Morotai.
Aksi ini menjadi pengingat bagi pemerintah daerah, DPRD, dan aparat penegak hukum agar segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat Pulau Morotai. Demonstrasi ini menandakan bahwa masyarakat tidak akan tinggal diam terhadap ketidakadilan yang terjadi di daerah mereka.
Syfa D*/