Bandarlampung / QueenNews.co.id — Dalam seminggu terakhir, sejumlah media mengangkat berita tentang bentrokan, pungli, hingga intimidasi yang dilakukan oleh oknum ormas. Lalu timbulah kalimat penghakiman massal muncul: "semua ormas itu sama saja.”
Kadang kita bertanya: mengapa ormas-organisasi kemasyarakatan sering kali langsung dihukumi sebagai “Preman” atau “biang kerok” jika satu-dua ormas tersandung masalah? Apakah kita sedang krisis keadilan dalam berpikir?
Padahal, kita tau ada lebih dari 440.000 ormas yang terdaftar resmi di Kementerian Dalam Negeri. Angka ini adalah data terkini dari Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum. Di luar yang tercatat, ada ribuan lainnya yang berkontribusi di akar rumput.
*Cermin Retak Tak Berarti Rumah Runtuh*
Ketika satu-dua kaca di rumah retak, apakah kita langsung menyalahkan seluruh rumah? Tentu tidak. Maka ketika ada oknum dari satu-dua ormas yang menyimpang, tidak adil kita menghukumi ratusan ribu ormas lain dengan tuduhan serupa.
Kita tahu, ada ormas yang memang keluar jalur. Tapi kita perlu tegas dalam menyebut: itu oknum. Sama seperti dalam institusi TNI, Polri, ASN, bahkan lembaga keagamaan. Kita tidak pernah mengatakan "seluruh TNI bobrok" karena satu prajurit salah. Lalu mengapa perlakuan terhadap ormas begitu kejam?
Padahal secara hukum, ormas diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Diperkuat oleh UU No. 16 Tahun 2017 sebagai peraturan pengganti undang-undang.
Pasal 1 menyebut ormas sebagai organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Sementara fungsi ormas terang-terangan ditulis di Pasal 5:
1. Menumbuhkembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi.
2. Menyalurkan aspirasi masyarakat.
3. Memberikan pelayanan sosial.
4. Meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat.
5. Memelihara dan melestarikan norma, nilai dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
*Kontribusi nyata ormas GRIB JAYA*
Ormas GRIB adalah organisasi yang peduli terhadap kepentingan masyarakat, khususnya dalam membela hak-hak rakyat yang merasa dirugikan oleh oknum pemerintah atau kartel tertentu. GRIB juga sering terlibat dalam aksi unjuk rasa terkait isu lingkungan seperti pengelolaan limbah.
GRIB senantiasa hadir ditengah masyarakat ketika terjadi musibah, berbagi kepada masyarakat yang kurang mampu, menyantuni anak-anak yatim, mendampingi proses hukum masyarakat yang terzholimi, dan banyak lagi kegiatan sosial yang manfaatnya banyak dirasakan oleh masyarakat.
Bahkan GRIB ditingkatan yang paling bawah yang tak pernah masuk berita, tapi kerja mereka nyata. Di kawasan rawan bencana, mereka hadir. Di pelosok perbatasan, mereka membantu distribusi logistik. Mereka tidak ribut di media, tapi bermanfaat di lapangan.
*Ketika Stigma Negatif Membungkam Peran Ormas*
Yang menyedihkan, karena ulah segelintir oknum, semua ormas dihantam stigma. Ruang gerak dikekang. Kepercayaan publik terguncang. Bahkan beberapa kepala daerah kini ragu melibatkan ormas lokal dalam forum pembangunan.
Padahal kita tahu sendiri, di banyak tempat, ormas justru lebih cepat hadir dibanding birokrasi. Mereka fleksibel, punya akar sosial dan bekerja dengan hati.
Jangan sampai publik menutup mata dan telinga karena dikaburkan oleh narasi tunggal yang salah alamat.
*Solusinya? Membina, bukan Membinasakan.*
Kementerian Dalam Negeri sudah memiliki sistem pelaporan kegiatan ormas. Tinggal dimaksimalkan. Pemda juga bisa lebih aktif dalam merangkul, melatih dan memberdayakan. Jangan hanya diundang saat mengikuti upacara-upacara saja.
Saya percaya, demokrasi Indonesia butuh ormas. Mereka adalah nadi partisipasi warga. Jika semua diseragamkan dan dimatikan karena takut risiko, maka kita sedang menuju otoritarianisme baru yang dibungkus dalih ketertiban.
*GRIB JAYA Bukan hanya Penonton, Tapi Pelaku Pembangunan*
Di Ormas GRIB (Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu) JAYA kami percaya bahwa kekuatan bangsa ini justru ada di bawah: pada masyarakat yang saling menolong dan bergotong royong. Kami bergerak di sosial kemasyarakatan, membantu masyarakat yang membutuhkan serta mengedepankan keadilan dan kesejahteraan sosial.
*Penutup*
Maka kepada siapa pun yang tergoda menggiring opini untuk menggeneralisir semua ormas sebagai sumber masalah, saya ingin bertanya: apakah Anda sudah turun langsung ke lapangan? Pernahkah Anda menyentuh kehidupan ormas di kampung, di dusun, di lorong-lorong kota?
Karena dari sana, saya menemukan bukan Premanisme. Tapi Pengabdian.
opini by : Saher