![]() |
Penulis : Agrisal Abubakar Rano Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, jurusan Administrasi Negara. |
Maluku Utara / QueenNews.Co.Id — Patani Timur, (6/7/2026) – Masyarakat Patani Timur kini menghadapi ancaman serius terhadap keberlangsungan hidup dan lingkungan mereka. Ambisi pejabat negara dan daerah yang semakin meluas diyakini menjadi pemicu utama eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran, yang mengancam ruang hidup warga.
Agrisal, seorang warga setempat, mengungkapkan kekhawatirannya. "Kami mulai terancam secara realitas objektif. Sungguh nampak borjuis dan korporasi negara hari ini tidak lagi berpihak terhadap rakyat, sengaja memperluas eksploitasi dan memperpanjang kepentingan pribadi serta meluasnya tata kelola perusahaan raksasa," ujarnya dengan nada prihatin.
Ancaman ini bukan isapan jempol belaka. Meskipun wilayah Patani Timur kaya akan potensi alam, termasuk komoditas lokal seperti cengkeh, pala, dan kelapa yang selama ini menopang hajat hidup banyak orang, kebijakan "iblis" pemerintah daerah maupun negara justru membuka pintu bagi investasi kapital besar yang berpotensi merusak.
Dampak Nyata di Depan Mata
Menurut Agrisal, dampak terbesar dari operasi perusahaan ini adalah perubahan iklim, pencemaran air laut, kerusakan lingkungan, dan polusi udara. Ia menyoroti kasus pencemaran air bersih sebagai catatan besar, yang mengindikasikan bahwa "di mana ada tambang pasti ada penindasan, diskriminasi terhadap rakyat, konflik antara ras dan budaya."
Ia juga mengingatkan pada kasus-kasus serupa yang telah terjadi di Obi, Kawasi, Kalimantan, Pulau Gebe, Maba, Buli, dan Lelilef. "Ini harus menjadi acuan dan kesadaran bahwa penderitaan di tanah sendiri akibatnya adalah menerima tambang dengan lapang dada," tambahnya.
Kerusakan Lingkungan dan Hilangnya Hak Adat.
Masuknya korporasi besar untuk eksploitasi sumber daya alam di Patani Timur diperkirakan akan membawa sejumlah dampak destruktif. Berikut adalah beberapa dampak utama yang kerap terjadi dan menjadi kekhawatiran masyarakat:
* Kerusakan Lingkungan: Eksploitasi sumber daya alam secara masif akan mengakibatkan pencemaran air dan udara, hilangnya tanah produktif, serta menyusutnya keanekaragaman hayati. Ini secara langsung memukul mata pencarian masyarakat adat, petani, dan nelayan yang sangat bergantung pada kelestarian lingkungan.
* Penggusuran dan Hilangnya Akses Lahan: Masyarakat yang telah hidup turun-temurun dari tanah mereka berisiko kehilangan tempat tinggal, lahan pertanian, atau hutan adat. Seringkali, penggusuran dilakukan dengan janji kompensasi yang tidak sepadan atau tanpa persetujuan adil dari warga.
* Ketimpangan Sosial dan Ekonomi: Kedatangan perusahaan besar kerap disertai masuknya tenaga kerja dari luar, sementara warga lokal hanya mendapatkan pekerjaan dengan upah rendah. Ini memperlebar jurang ketimpangan, di mana pihak berpunya semakin kaya dan rakyat semakin terpinggirkan.
* Konflik Sosial dan Represi: Kehadiran korporasi dapat memicu konflik, baik antarwarga maupun antara warga dengan aparat atau perusahaan. Penolakan masyarakat tak jarang berujung pada intimidasi atau kriminalisasi.
* Ketergantungan Ekonomi: Rusaknya ekonomi lokal membuat masyarakat menjadi sangat bergantung pada perusahaan. Ironisnya, ketika sumber daya alam habis dan perusahaan pergi, masyarakat akan kehilangan segalanya: lahan, pekerjaan, dan masa depan.7
Agrisal menegaskan bahwa masyarakat memiliki hak hakiki untuk memilih: diam dan mengabaikan warisan leluhur, atau melawan untuk melestarikan budaya dan tanah yang telah dijaga turun-temurun. Komoditas lokal seperti cengkeh, pala, dan kelapa, yang secara nyata mampu menghidupi banyak orang, jauh lebih bernilai dibanding janji-janji "nilai yang banyak tapi hampa kehancuran secara totalitas."
Situasi di Patani Timur menjadi cerminan bagaimana ambisi segelintir pihak dapat mengancam keberlangsungan hidup dan identitas sebuah komunitas. Apakah suara masyarakat Patani Timur akan didengar sebelum semuanya terlambat? [Redaksi]