QueenNews.co.id / BANDARLAMPUNG — Proyek pembangunan Tugu Al-Qur’an di Kota Bandarlampung senilai hampir satu miliar rupiah menuai sorotan tajam. Investigasi tim wartawan menemukan indikasi kuat adanya penyimpangan mutu material, pengabaian standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta upaya sistematis menutup akses informasi publik oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandarlampung.
Proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bandarlampung ini merupakan bagian dari Pekerjaan Penataan Kota. Dengan nilai kontrak fantastis, Rp984.775.000, proyek ini berlokasi di Jalan Ikan Bawal No. 40, Teluk Betung Selatan.
Berdasarkan dokumen kontrak bernomor 602.2/03/KTR-LL/D.29/PPK-P4BGDK/III.03/2025, pekerjaan yang dikerjakan oleh CV Nusa Emas dimulai sejak 17 Juli 2025 dengan durasi 164 hari kalender. Namun, penelusuran tim di lokasi proyek mengungkap sejumlah kejanggalan serius:
Dugaan Mutu Material Rendah: Tim menemukan indikasi penggunaan material konstruksi, termasuk merek semen, yang dicurigai tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (Spektek) yang tertera dalam kontrak. Hal ini berpotensi mengurangi daya tahan dan kualitas akhir bangunan tugu.
Lemahnya Pengawasan Teknis: Diduga terjadi kelonggaran pengawasan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tim teknis DPU. Kelemahan pengawasan ini menjadi pintu masuk bagi kontraktor untuk menurunkan standar mutu proyek.
Ancaman Keselamatan Kerja (K3): Penerapan standar K3 di area proyek terlihat minim, bahkan nihil. Pekerja terpantau bekerja tanpa perlengkapan keselamatan memadai, sebuah pelanggaran serius terhadap regulasi ketenagakerjaan.
Upaya DPU dan kontraktor untuk menghalangi keterbukaan informasi publik menjadi temuan paling mencolok.
Akses Tertutup: Area proyek dipagari secara rapat, dan dipasang garis pembatas (police line) seolah-olah terjadi insiden, bukan sebuah proses pembangunan.
Penyembunyian Informasi: Papan informasi proyek, yang wajib dipasang di area terbuka dan mudah dibaca oleh publik, justru diletakkan di bagian dalam area yang dibatasi. Praktik ini secara nyata menghalangi hak masyarakat untuk mengetahui rincian proyek yang dibiayai uang rakyat.
“Kami sangat menyayangkan lemahnya pengawasan dan dugaan pengurangan mutu material. Pekerjaan ini tidak mencerminkan tanggung jawab terhadap kualitas pembangunan daerah. Penyembunyian papan informasi adalah pelanggaran etika dan aturan transparansi,” ujar Melanni, Ketua Sekretariat Bersama Wartawan Indonesia (SWI) yang turut mengawal investigasi ini.
Dalam upaya konfirmasi, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandarlampung, Dedi Sutioso, tidak berhasil ditemui maupun dihubungi. Sikap 'menghindar' dari pejabat teknis utama yang bertanggung jawab atas proyek ini dianggap semakin memperkuat dugaan adanya masalah serius dalam pelaksanaan.
“Kesulitan menghubungi Kepala DPU menjadi catatan serius bagi publik. Ini menunjukkan DPU seolah tidak bertanggung jawab dan mengabaikan aturan keterbukaan informasi publik,” tambah Melanni.
Temuan lapangan yang mengarah pada penyimpangan mutu dan ketidaktransparanan ini memicu desakan agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan.
Tim investigasi mendesak Kejaksaan dan Kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan mendalam atas dugaan praktik korupsi dan mark-up anggaran dalam proyek senilai hampir Rp1 miliar ini.
“Keterbukaan informasi adalah fondasi akuntabilitas pemerintahan. Kami menuntut APH mengusut tuntas indikasi korupsi dan memastikan masyarakat mendapatkan kejelasan atas proyek yang dibiayai pajak mereka sendiri,” tutup Melanni, menegaskan bahwa pengawasan akan terus dilakukan hingga tuntas.(Tim)






