Bansos Tersedak Nepotisme? Dua Operator Desa Sumberejo dan Jeritan Warga Miskin yang Terabaikan

Melanniati
0


QueenNews.co.id / ​LAMPUNG TIMUR – Di tengah sorotan nasional terhadap akuntabilitas dana bantuan sosial (Bansos), dugaan carut-marut administrasi dan potensi penyalahgunaan wewenang di tingkat akar rumput kembali mencuat. Desa Sumberejo, Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur, kini menjadi episentrum baru persoalan yang menggerus hak-hak warga miskin.


​Program Keluarga Harapan (PKH), yang seharusnya menjadi jaring pengaman sosial, diduga telah tersumbat oleh praktik pendataan yang tidak transparan dan mengarah pada nepotisme di Kantor Desa Sumberejo.


​Investigasi mendalam menemukan fakta mengejutkan: pasangan suami istri Bahrudin dan Yati, warga Dusun 1 yang jelas tergolong keluarga miskin, serta Bernam Murni, seorang janda lanjut usia dengan kondisi serupa, telah berulang kali tercecer dari daftar penerima Bansos, termasuk PKH.

“Kami sudah bolak-balik ke aparat desa, bahkan ke pendamping PKH. Kami ini orang susah, kenapa tidak pernah dapat? Keluhan kami seperti tidak dianggap,” tutur Bahrudin dengan nada frustrasi.


​Jeritan Bahrudin dan Bernam Murni menjadi bukti nyata bahwa mekanisme pendataan di Desa Sumberejo telah gagal total dalam menjalankan mandatnya: menjamin bantuan tepat sasaran.


​Titik krusial yang dipertanyakan adalah sistem administrasi pendataan di desa. Kejanggalan ini diperkuat oleh pengakuan terbuka dari Pendamping PKH Desa Sumberejo, Mustajab.


​Mustajab secara eksplisit menyebutkan bahwa Desa Sumberejo memiliki dua operator data:

​Putri, yang disebut sebagai anak Kepala Desa.

​Marshel, operator kedua.


​Fakta adanya dua operator data – apalagi salah satunya memiliki hubungan darah langsung dengan Kepala Desa – menimbulkan tanda tanya besar:

​Apakah data yang diinput dijamin tunggal, akurat, dan bebas dari konflik kepentingan?

​Mekanisme mana yang digunakan untuk menentukan siapa yang berhak menginput dan memverifikasi data vital bagi warga miskin?


​Keberadaan anak Kepala Desa sebagai salah satu operator menguatkan dugaan adanya jalur istimewa dalam penentuan penerima bantuan, yang berpotensi melanggengkan praktik ketidakadilan sosial.


​Konfirmasi terhadap Dinas Sosial Lampung Timur semakin memperjelas mata rantai persoalan. Seorang pejabat Dinsos yang meminta anonimitas menegaskan bahwa Dinsos hanya berfungsi sebagai penerima data (input) yang dikirim dari pemerintah desa, sebelum diteruskan ke pemerintah pusat.


​“Kami hanya menerima. Jika dari desa tidak mengusulkan atau datanya tidak masuk, maka bantuan tidak akan turun. Akar masalahnya ada di laporan dan pendataan dari desa,” tegas pejabat tersebut.


​Pernyataan ini secara tegas menggiring fokus penyelidikan ke tingkat Desa Sumberejo, menjadikannya pihak yang paling bertanggung jawab atas kegagalan pendataan warga miskin. Keberadaan dua operator, salah satunya kerabat kepala desa, bukan hanya masalah administrasi, melainkan isu akuntabilitas publik yang serius.


​Pemberitaan ini menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Lampung Timur, terkhusus Bupati dan Dinas Sosial, segera mengambil langkah investigatif dan audit khusus terhadap Desa Sumberejo:

••Lakukan verifikasi faktual dan cross-check data penerima Bansos dengan kondisi kemiskinan di lapangan (verifikasi faktual Bahrudin, Yati, dan Bernam Murni).

​••Selidiki secara mendalam peran ganda dan hubungan kekerabatan dua operator desa dalam pengelolaan data.

​••Sanksi Administratif: Berikan sanksi tegas jika terbukti ada pelanggaran administrasi atau praktik nepotisme yang merugikan hak warga miskin.

Kasus Sumberejo adalah cermin rapuhnya sistem pengawasan dana publik. Keadilan sosial tidak boleh disandera oleh kepentingan kekerabatan di tingkat desa. (Tim) 


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!