![]() |
| Potret Kemiskinan yang Terabaikan di Tengah Program Pemerintah |
QueenNews.co.id / LAMPUNG TIMUR — Di balik gembar-gembor program pengentasan kemiskinan dan bantuan sosial (bansos) pemerintah, realitas pahit menerpa keluarga Bahrudin dan Yati, pasangan suami istri warga Dusun 1, Desa Sumberejo, Kecamatan Way Jepara, Lampung Timur. Mereka hidup di rumah warisan, tanpa kepemilikan kebun atau sawah. Kriteria ini menempatkan mereka sebagai prioritas penerima bantuan, namun kenyataannya, Program Keluarga Harapan (PKH), bansos reguler, hingga bantuan khusus masa pandemi COVID-19, nyaris tak pernah menyentuh tangan mereka.
“Kami ini jelas orang tidak mampu. Tapi yang dapat (bantuan) malah tetangga yang punya kebun lebar, bahkan ada yang aktif di struktur desa. Kami merasa, kenapa pemerintah tidak adil terhadap kami?” tutur Bahrudin dengan nada getir saat ditemui tim investigasi.
Ketimpangan ini bukan sekadar keluhan pribadi, melainkan cerminan dari dugaan praktik penyelewengan data penerima bantuan di tingkat desa, yang berpotensi melanggar prinsip keadilan sosial.
Dugaan maladministrasi data ini semakin menguat setelah tim investigasi mengonfirmasi masalah tersebut kepada Pendamping Desa (PD) setempat, Mustajab. Alih-alih mendapatkan penjelasan yang terang, Pendamping Desa justru mengungkapkan adanya kebingungan struktural yang fatal di tingkat pengelola data.
Mustajab membenarkan bahwa aspirasi warga yang terlewat telah ditampung dan diteruskan ke pihak yang disebutnya sebagai ‘operator Desa Sumberejo’. Namun, ia tidak dapat memastikan siapa individu yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan data sensitif ini.
“Kami juga bingung, operator ini Saudari Putri anak Pak Kades, atau Marshel? Sampean sebagai pendamping desa saja bingung, apalagi masyarakat. Ini menunjukkan ada masalah penugasan yang tidak jelas,” jelas Mustajab melalui sambungan telepon.
Mustajab menambahkan bahwa usulan koreksi data sudah disampaikan ke pihak operator desa dan akan diteruskan ke Pusdatin (Pusat Data dan Informasi) Kabupaten. Namun, ketidakjelasan identitas operator ini menimbulkan pertanyaan kritis: Bagaimana data krusial dapat dipertanggungjawabkan jika pihak yang berwenang mengelolanya tidak jelas?
Investigasi mendalam di Desa Sumberejo mengungkap bahwa masalah ini bukan hanya kegagalan teknis, melainkan kegagalan sistemik yang berakar pada ketidaksesuaian struktur dan penugasan di tingkat desa.
Temuan kunci:
1. Banyak keluarga miskin ekstrem, seperti Bahrudin dan Yati, terlewat dari daftar penerima.
2. Sejumlah nama yang memiliki aset signifikan (kebun/tanah luas) atau termasuk kategori mampu, dilaporkan masih menikmati bantuan secara rutin.
3. Ketidakjelasan operator data mengindikasikan lemahnya sistem akuntabilitas dalam verifikasi dan validasi data kemiskinan.
Tim investigasi mendesak Dinas Sosial dan instansi terkait di Pemerintah Kabupaten Lampung Timur untuk segera melakukan audit data dan verifikasi langsung (cek lapangan). Praktik kerja dari balik meja kantor harus dihentikan jika ingin memastikan program pemerintah benar-benar menyejahterakan masyarakat, khususnya mereka yang paling membutuhkan.
Bupati Lampung Timur, yang dikenal sering melakukan kunjungan langsung ke masyarakat, diharapkan turun tangan untuk meninjau langsung kasus di Desa Sumberejo. Keadilan dalam pendistribusian bansos adalah hak mendasar warga negara, dan kegagalan dalam data berarti kegagalan pemerintah dalam mencapai tujuan programnya.
Tim



