Investigasi Gaji 'Gaib' Proyek Rp92 M: BBWS Bertanggung Jawab Atas Jeritan Pekerja Way Sekampung

Melanniati
0


QueenNews.co.id / Lampung — Di balik gemerlap alokasi dana APBN sekitar Rp92 miliar untuk Proyek Peningkatan Daerah Irigasi (D.I.) Way Sekampung Sub D.I. Raman Utara Tahap II, tersingkap kisah gelap dugaan penyelewengan hak dasar pekerja. Sejak November 2025, upah harian sejumlah pekerja di proyek strategis nasional ini dilaporkan 'raib' tanpa kejelasan, memicu eksodus dan krisis kemanusiaan di lapangan.


​Sorotan tajam kini diarahkan pada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung, sebagai penanggung jawab teknis dan pemegang kendali proyek. Investigasi mendalam menemukan indikasi kuat bahwa kelalaian pengawasan internal BBWS telah membiarkan tunggakan upah berlarut-larut, padahal mereka memiliki wewenang penuh untuk menindak kontraktor.

​Tim investigasi yang dihimpun oleh Sekretariat Bersama Wartawan Indonesia (SWI) Provinsi Lampung menemukan adanya pola penyelewengan upah pekerja harian yang diduga disalurkan melalui sistem mandor. Dampaknya fatal: pekerja yang menggantungkan hidup pada gaji harian, mingguan atau bulanan terpaksa menyerah.


​"Buat apa kerja di terusin, gaji aja sampai sekarang belum dibayarkan," ujar seorang pekerja yang memilih berhenti dan meminta anonimitas demi keamanan.


​Keluhan serupa datang dari pekerja lain yang kini merasa putus asa. "Teman saya beberapa sudah ada yang mundur bang, tidak jelas kerjaan ini siapa penanggung jawabnya," katanya. Ia menambahkan, sulitnya akses komunikasi dengan penanggung jawab proyek di tingkat BBWS menjadi tembok penghalang bagi mereka untuk menuntut hak.


​"Kita di tuntut kebutuhan anak istri, sementara mau ke pusat (BBWS) terhalang jarak. Beginilah kalau proyek mega, kita susah menemui penanggung jawab," ungkapnya, menggarisbawahi kegagalan sistem pengawasan dalam melindungi hak buruh.

​Secara struktural dan regulasi, BBWS Mesuji Sekampung tidak dapat melepaskan diri dari krisis ini. Sebagai pelaksana teknis, BBWS, melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), memegang wewenang penuh untuk menekan dan memberikan teguran keras kepada kontraktor utama, PT BRP.


​Peraturan Menteri PUPR No. 13 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Wilayah Sungai secara jelas menempatkan BBWS sebagai hierarki penanggung jawab utama. Dalam kasus tunggakan upah yang berbulan-bulan, kelalaian kontraktor dalam menyelesaikan masalah sosial ini adalah indikasi pelanggaran kontrak yang dapat menghambat kelancaran proyek nasional.


SWI Provinsi Lampung Melayangkan ​Tiga Pertanyaan Kritis untuk BBWS:

​Pengawasan Harian: Sejauh mana PPK dan pejabat struktural terkait telah menjalankan fungsi pengawasan harian terhadap pemenuhan hak-hak pekerja oleh Kontraktor?

​Sanksi Kontraktor: Mengapa hingga saat ini teguran keras atau sanksi belum diberikan kepada PT BRP, mengingat kasus tunggakan upah telah memicu pengunduran diri massal?

​Tindakan Aktif: Langkah aktif apa yang akan diambil BBWS—seperti memanggil secara resmi mandor dan kontraktor—untuk memastikan upah yang hilang segera dibayarkan kepada para pekerja?

​Ketua SWI Provinsi Lampung, Melanni, mendesak BBWS Mesuji Sekampung untuk segera turun tangan. "BBWS tidak boleh membiarkan pekerja harian, yang adalah pahlawan pembangunan infrastruktur ini, terusir dari pekerjaannya akibat kelalaian sistem pengawasan," tegas Melanni.

"Hak-hak pekerja harus menjadi prioritas utama di atas kelancaran proyek semata. Ini bukan sekadar masalah administrasi, ini adalah krisis kemanusiaan," tambahnya.


​Hingga berita ini diturunkan, Redaksi masih berupaya menghubungi pihak BBWS Mesuji Sekampung dan Kontraktor PT BRP untuk mendapatkan respons resmi terkait temuan tunggakan upah ini. Ketiadaan tanggapan resmi dari pihak penanggung jawab proyek menguatkan dugaan adanya upaya untuk menghindari tanggung jawab atas hak-hak pekerja.(Mel) 

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!