Diduga Monopoli Jabatan dan Pecat Pengurus Sepihak, Ketua Koperasi TKBM Wayaloar Disorot.

Redaksi NEWS
0


Wayaloar, Maluku Utara / QueenNews.co.id — Aroma penyalahgunaan kekuasaan mencuat dari tubuh "Koperasi Jasa Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Pelabuhan Laut Wayaloar" Helmi Papadak, salah satu pendiri sekaligus mantan Sekretaris koperasi, mengaku dipecat secara sepihak oleh Ketua Koperasi, Nasir Kurama, tanpa alasan jelas dan tanpa proses musyawarah sebagaimana mestinya dalam prinsip-prinsip perkoperasian.

Helmi menjabat sejak koperasi ini berdiri tahun 2021, namun baru aktif sekitar tiga bulan sebelum tiba-tiba dikesampingkan dari struktur kepengurusan. “Tidak pernah ada rapat, tidak pernah dijelaskan alasan pemberhentian saya. Saya hanya dikucilkan begitu saja,” ujarnya.

Lebih mengejutkan, Helmi menuduh Nasir Kurama menjalankan koperasi seperti milik pribadi. Ia diduga memonopoli peran strategis dengan merangkap sebagai ketua, sekretaris, sekaligus bendahara. Tak hanya itu, segala bentuk rekrutmen anggota dan pengambilan keputusan disebut-sebut dilakukan tanpa transparansi dan partisipasi anggota.

“Nasir Kurama menyatakan bahwa koperasi ini miliknya. Ia jalankan semuanya sendiri, termasuk urusan keuangan dan potongan upah buruh yang kabarnya langsung masuk ke kantong pribadinya,” tambah Helmi. Ia menuding potongan upah sebesar 15% dari hasil kerja buruh tidak pernah dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada anggota.

Kondisi ini memicu keresahan di kalangan buruh dan pengurus lain. Mereka menilai bahwa koperasi sudah keluar jauh dari semangat kolektif dan gotong royong. Untuk itu, Helmi bersama sejumlah anggota telah mengundurkan diri dan memprakarsai Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) guna menuntut kejelasan legalitas dan arah koperasi.



Dinas Koperasi setempat menyebut bahwa koperasi bukan milik pribadi, melainkan milik bersama yang dikelola melalui prinsip demokratis. Setiap pengambilan keputusan, pengangkatan atau pemberhentian pengurus, serta pengelolaan keuangan harus melalui forum anggota.

“Kalau memang koperasi tidak pernah menyelenggarakan Rapat Anggota Tahunan (RAT), tidak punya laporan keuangan, dan tidak terdaftar aktif di dinas, maka sudah bisa dinilai sebagai koperasi fiktif,” ujar sumber dari Dinas Koperasi.

Helmi dan rekan-rekannya juga telah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke penegak hukum. Namun mereka menduga terdapat aparat yang tidak netral, karena laporan tak kunjung ditindak. “Kami berharap publik tahu bahwa ini bukan hanya soal jabatan. Ini soal hak-hak buruh yang diabaikan, soal keserakahan yang dibungkus dalam kedok koperasi,” tegas Helmi.

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!