Mahasiswa Fakultas ilmu Dan Pendidikan
Institut Sains dan Kependidikan
Isdik Maluku Utara
Maluku Utara/Queen News.Co.Id/-
Opini: Saat Indonesia merayakan Hari Kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus, penting bagi rakyat untuk mengingat makna sejati dari kemerdekaan. Meskipun sudah menjadi kebiasaan untuk dengan bangga mengibarkan bendera merah putih sebagai bentuk peringatan, hal yang lebih penting adalah merenungkan kondisi bangsa saat ini.
Sayangnya, meskipun Indonesia secara teknis telah merdeka dari penjajahan sejak puluhan tahun lalu, kenyataannya bangsa ini masih tertindas dan dieksploitasi oleh bangsanya sendiri. Korupsi, keserakahan, dan ketidakadilan merajalela, membuat sebagian besar rakyat hidup dalam kesulitan, sementara segelintir orang menikmati keuntungan dari penderitaan tersebut.
Dalam konteks ini, mengibarkan bendera pada Hari Kemerdekaan bisa terasa sebagai tindakan yang hampa apabila semangat sejati dari kebebasan dan kedaulatan tidak benar-benar ditegakkan. Rakyat tidak boleh lupa bahwa kemerdekaan yang sesungguhnya tidak hanya sebatas pada simbol-simbol semata; tetapi menuntut komitmen terhadap kesetaraan, keadilan, dan demokrasi untuk semua.
Oleh karena itu, saat bangsa ini merayakan Hari Kemerdekaannya, mari kita tidak sekadar mengibarkan bendera merah putih tanpa memahami makna yang lebih dalam di baliknya. Mari kita berjuang untuk membangun masyarakat di mana setiap warga negara benar-benar bisa merasakan kebebasan dan kesejahteraan yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa. Hanya dengan begitu kita dapat dengan sepenuh hati menyatakan bahwa kita adalah bangsa yang benar-benar merdeka dan berdaulat.
- Indonesia Belum Layak Merdeka Selama Korupsi Masih Merajalela:
Korupsi tetap menjadi salah satu hambatan terbesar bagi kemajuan sosial dan ekonomi di Indonesia. Pernyataan "Indonesia belum layak merdeka selama korupsi dipelihara" menegaskan urgensi perlunya reformasi serius untuk memberantas masalah yang terus-menerus ini. Kemerdekaan seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai bebas dari penjajahan, tetapi juga sebagai terciptanya masyarakat yang dijalankan dengan transparansi, keadilan, dan akuntabilitas.
Dalam beberapa tahun terakhir, korupsi telah menjangkiti berbagai tingkatan pemerintahan di Indonesia, merusak kepercayaan publik dan menghambat pembangunan. Berbagai kasus korupsi besar, seperti skandal e-KTP, mengungkap sejauh mana praktik korupsi telah merasuki institusi pemerintahan. Jutaan dolar diselewengkan dari proyek yang dimaksudkan untuk menyediakan kartu identitas elektronik bagi warga negara Indonesia, membuka tabir kolusi dan penipuan. Peristiwa semacam ini membuktikan bahwa korupsi bukanlah masalah masa lalu, melainkan tantangan nyata yang masih berlangsung hingga kini.
Dampak korupsi tidak hanya berupa kerugian finansial. Korupsi juga memperparah ketimpangan sosial dan membatasi akses terhadap layanan dasar. Misalnya, dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan justru disalahgunakan, sehingga masyarakat yang paling rentan kehilangan hak atas sumber daya yang penting. Akibatnya, kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin melebar, memperkuat lingkaran kemiskinan dan rasa putus asa di kalangan warga.
Lebih jauh lagi, korupsi merusak proses dan institusi demokrasi. Ketika para pejabat melakukan praktik korupsi, mereka lebih mengutamakan keuntungan pribadi daripada pelayanan publik. Perilaku ini menggerogoti fondasi demokrasi, karena rakyat kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin dan lembaga-lembaga negara. Alhasil, apatisme politik dan ketidakterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi semakin meluas, yang pada akhirnya menghambat terwujudnya perubahan yang berarti.
Untuk mengatasi korupsi di Indonesia, dibutuhkan pendekatan yang menyeluruh. Memperkuat kerangka hukum dan lembaga penegak hukum akan menciptakan sistem akuntabilitas yang lebih kuat. Sebagai contoh, peningkatan kapasitas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangatlah penting. KPK telah mencatat kemajuan dalam memberantas korupsi, namun lembaga ini memerlukan dukungan dan perlindungan lebih dari campur tangan politik. Selain itu, meningkatkan kesadaran publik terhadap inisiatif antikorupsi dapat mendorong keterlibatan masyarakat dalam memerangi praktik korupsi.
Sebagai penutup, pernyataan bahwa Indonesia belum layak merdeka selama korupsi masih ada merupakan seruan yang kuat untuk bertindak. Kemerdekaan sejati tidak akan tercapai jika korupsi terus dibiarkan. Bangsa ini harus berkomitmen untuk menangani masalah yang merusak ini dengan mengutamakan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan. Hanya dengan cara itulah Indonesia dapat mewujudkan masyarakat yang benar-benar mencerminkan cita-cita kemerdekaan dan demokrasi, serta menjamin masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyatnya.