KRI Raja Haji Fisabilillah 391 Diujicoba, Ketua SWI Lampung Soroti Dugaan Mangkrak dan Potensi Perubahan Spesifikasi Krusial

Publisher
0



QueenNews.co.id / Bandarlampung, 27 November 2025 — Kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) 90M KRI Raja Haji Fisabilillah 391, yang ditunggu-tunggu dan dijuluki "Baby SIGMA" karena kemiripannya dengan desain fregat Martadinata Class, telah memasuki fase krusial: Sea Acceptance Test (SAT). 


Namun, tahap uji performa di perairan terbuka ini diselimuti awan gelap dugaan penyimpangan kontrak yang berpotensi melemahkan kapabilitas alutsista TNI AL.


​KRI Raja Haji Fisabilillah 391, yang diluncurkan oleh galangan PT Daya Radar Utama (DRU) pada 18 September 2024, kini menjalani verifikasi kelayakan berlayar, manuver, dan keandalan sistem. 


Secara visual, kapal ini sudah dilengkapi meriam utama haluan (diduga OTO Melara 76 mm Super Rapid Gun) dan rekaan persenjataan lain seperti kanon reaksi cepat Rheinmetall Millennium Gun 35 mm di atas hanggar, serta peluncur rudal anti-kapal Atmaca di dek tengah.


​Di tengah proses SAT ini, Sekretariat Bersama Wartawan Indonesia (SWI) Provinsi Lampung berhasil memperoleh informasi yang mengindikasikan adanya perbedaan signifikan antara spesifikasi teknis kapal yang diuji coba saat ini dengan isi kontrak awal yang disepakati oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI.


​Penyimpangan paling mencolok diduga terletak pada sektor penggerak kapal. Menurut informasi yang diterima, kapal OPV yang dipesan Kemhan ini seharusnya dirancang dengan empat mesin. Namun, KRI Raja Haji Fisabilillah 391 yang kini berlayar untuk pengujian diklaim hanya menggunakan dua mesin.


​Ketua SWI Provinsi Lampung, Melanni, menegaskan kejanggalan tersebut dan menyoroti adanya indikasi masalah dalam pembangunan proyek.


​“Informasi yang tim SWI terima terakhir bahwa ada ketidaksesuaian spesifikasi kapal yang saat ini sedang dalam tahap uji coba layak layar atau SAT (Sea Acceptance Test) dengan kontrak awal pembangunan dari kapal tersebut. Salah satunya adalah, kapal yang saat ini sedang diuji coba hanya menggunakan 2 mesin, sedangkan kontrak awalnya 4 mesin,” ungkap Melanni kepada awak media, Bandarlampung, Kamis (27/11/2025).


​Selain masalah mesin, dugaan perbedaan juga mencakup sejumlah peralatan dan kelengkapan persenjataan lainnya yang harus dipastikan kesesuaiannya dengan nilai dan kebutuhan strategis dalam kontrak triliunan rupiah tersebut.


​Dugaan penyimpangan spesifikasi ini diperburuk dengan fakta keterlambatan proyek. Melanni mencatat bahwa pembangunan kapal ini mestinya telah selesai pada tahun 2023. Namun, hingga kini, pembangunan OPV pesanan Kemhan tersebut dinilai "mandek" atau terhenti.


​Mengingat nilai proyek pengadaan Kapal OPV tahun 2020 ini bernilai triliunan rupiah dan melibatkan alutsista vital negara, pengawasan ketat dari lembaga penegak hukum menjadi mendesak.


​Melanni secara eksplisit meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera turun tangan.


​“Kalau saya melihat soal proyek pengadaan kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) tahun 2020 di Kementerian Pertahanan, ya KPK harus ikut mengawasi jalannya proyek itu, untuk mencegah terjadinya korupsi,” tegasnya.


​Desakan pengawasan ini diperlukan guna memastikan bahwa proyek vital pertahanan negara ini tidak dicemari oleh tindak pidana korupsi dan bahwa Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menerima kapal dengan spesifikasi penuh sesuai yang dijanjikan dalam kontrak. 


Kemhan dituntut untuk segera memberikan klarifikasi detail mengenai dugaan perbedaan spesifikasi ini demi menjaga transparansi anggaran dan integritas proyek pertahanan nasional.[Tim*/]


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)

#buttons=(Ok, Go it!) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Check Now
Ok, Go it!